Kotawates.com : Perdagangan orang sudah menjadi fenomena global yang bisa menimpa siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin maupun status sosial. Sebagai upaya menangani Tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Indonesia telah memiliki Undang-Undang No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Undang Undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Hal ini membuktikan keseriusan dan komitmen negara untuk menangani dan memberantas segala macam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan, khususnya TPPO.
Salah satu peristiwa TPPO yang terjadi, yakni yang dialami oleh seorang anak perempuan berinisial F (14). TPPO ini terjadi pada F masih berusia 13 tahun, dan dilakukan oleh sepasang kekasih berinisial R (21th) dan A (21th)
“Saat ini korban sudah didampingi kami dari LKBH Pandawa Yogyakarta, untuk mendapatkan hak dan keadilan. Hal ini guna mengusut permasalahan ini sampai pelaku mendapat hukuman yang setara atas perbuatannya. Pelaku memaksa korban untuk melakukan Tindakan hubungan bdan dengan orang dewasa. Uang yang dihasilkan disetorkan kepada para pelaku. Hal ini dialami F selama kurang lebih 1 tahun terahir,” jelas Febriawan Nurhadi, SH, selaku Penasehat Hukum Korban.
Berdasarkan keterangan korban, Peristiwa ini berawal pada awal tahun 2024. Korban mengenal pelaku R (21th), dan kemudian selalu diajak pergi piknik dengan iming-iming dibelanjakan baju serta apa yang diinginkan, dengan syarat mau bekerja dengan pelaku.
Saat korban lengah, pelaku R (21th) memaksa korban untuk meminum minuman beralkohol dan pil penenang. Hal ini kemudian dimanfaatkan pelaku, dengan mengajak korban karaoke dengan tujuan menawarkan korban.
Saat karaoke, lanjut Febriawan, korban diminta menjadi LC. Namun karena tawaran tersebut ditolak, pelaku R (21th) kemudian meminta korban untuk mensetor uang tiap hari guna membayar sewa kos milik Pelaku.
“Singkat cerita korban dikenalkan pada pada A (21th) yang merupakan kekasih pelaku. Keduanya akhirnya bersekongkol untuk menawarkan korban, pekerjaan melayani sejumlah pria melalui sebuah aplikasi kencan,” jelasnya.
Dikarenakan adanya paksaan serta Tindakan kekerasan, korban terpaksa melakukan permintaan pelaku. Febriawan menjelaskan, melalui aplikasi kencan yang dikelolanya, dalam 1 malam kedua pelaku bisa mendapatkan “tamu” sekitar 5 orang untuk melakukan persetubuhan dengan korban berinisial F.
“Peristiwa ini dilakukan setiap malam dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun ini,” ujarnya.
Ditambahkannya, korban berkat bantuan kedua orangtuanya berhasil melarikan diri dari pelaku pada tanggal 16 Januari 2025. Kemudian melalui ibu kandungnya, korban membuat laporan kepolisian di Polres bantul.
“Kami Penasehat Hukum beserta kedua orang tua dari korban mengajukan permohonan atensi perkara kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), agar ikut memberikan atensi terhadap jalannya perkara tersebut, serta memberikan bantuan pemulihan kesehatan serta psikis korban yang terguncang secara lahir maupun secara mental,” ujarnya.(has).